Ada dua jenis tekanan darah, yaitu sistolik dan diastolik. Tekanan darah yang terjadi ketika otot jantung berdenyut memompa darah sehingga darah terdorong ke luar dari jantung menuju seluruh tubuh dinamakan tekanan sistolik. Tekanan diastolik merupakan kebalikan tekanan sistolik. Tekanan diastolik yaitu tekanan darah saat darah memasuki jantung. Pada umumnya tekanan sistolik lebih kuat daripada tekanan diastolik.
Tekanan darah dapat diukur menggukan alat sphygmomanometer atau biasa disebut tensimeter. Saat mengukur tensi atau tekanan darah seseorang, dokter atau perawat menggunkan alat bantu berupa stetoskop. Alat ini digunakan untuk mendengarkan detak jantung melalui denyut nadi, umumnya nadi di daerah lengan atas. Bagiamana cara mengukur tekanan darah?
Pada prinsipnya tekanan darah diukur saat darah keluar jantung dan saat memasuki jantung. Mula-mula manset dipasang melingkari lengan atas. Manset ini hampa udara. Selanjutnya manset digembungkan dengan cara memompakan udara ke dalamnya. Saat manset mengggembung penuh, pembuluh nadi di bawah manset (di lengan atas) terjepit. Perlahan-lahan udara didalam manset dibiarkan keluar dengan cara mengendorkan pada pompa karet, sambil didengarkan detak jantung melalui stetoskop. Pada suatu saat akan terdengar detakan keras melalui stetoskop, saat itu pula dokter membaca tinggi kolom cairan raksa pada tensimeter. Angka yang terbaca pada saat itu menunjukkan tekanan sistolik. Selanjutnya, udara dalam manset dibiarkan keluar hingga denyutan itu berakhir. Angka yang terbaca pada akhir denyutan ini menghasilkan tekanan diastolik.
Umumnya pipa kaca pada tensimeter diisi raksa (raksa dalam ilmu kimia dinamakan hydrargirum dan disingkat Hg) sehingga hasil pembacaa tekanan darah dinyatakan dalam mmHg. Misalnya pada pembacaan tekana darah menggunakan sphygmomanometer atau tensimetere tercatat 120/80 mmHg. Angka 120 mmHg merupakan tekanan sistoliknya, sedangkan angka 80 mmHg merupakan tekanan diastoliknya. Umumnya tekanan sistolik lebih tinggi daripada tekanan diastolik.